Senin, 20 Desember 2010

Metromini oh Metromini



Setelah hampir setengah jam aku menunggu, akhirnya metromini jurusan Blok M-Ciledug datang juga.. Sebenarnya, sudah ada dua metromini sebelumnya, tapi penuh disesaki penumpang. Tadinya, aku berharap metromini selanjutnya bisa memberiku sedikit ruang untuk duduk. Namun, mungkin entah kapan aku bisa mendapatkan itu.

Setelah lelah menunggu, akhirnya aku putuskan untuk naik metromini selanjutnya, apapun keadaanya. Kupikir lebih baik kunaik saja daripada harus menunggu lebih lama lagi. Toh, pada akhirnya sama-sama berdiri juga, berdiri dalam metromini atau berdiri mematung dijalan mengharapkan sesuatu yang tak pasti. 

Samar terlihat metromini datang kupastikan angka yang tertulis didepannya. Kupicingkan mataku, agak sulit menangkap angka yang ada dalam keremangan malam. Ditambah lagi font tulisannya yang tidak jelas. Mungkin disangkanya tulisan itu dapat menarik orang untuk naik. Tapi tak dinyana justru memusingkan mata orang yang hendak naik karena harus berlama-lama memelototi angka yang berfont aneh itu.

Perlahan angka itu mulai terlihat...69. Aku tambah yakin bahwa ini metromini yang kutunggu setelah sang kondektur lantang berteriak, “Dug..dug..dug…Cileduuug.” Huff...dari depan kumelihat ada sekitar tiga orang yang bergelantungan di dalamnya. Pertanda tidak ada lagi tempat untuk duduk.

Kutarik nafas dalam-dalam…Bismilahhirahmannirrahim, semoga ada seseorang yang berbelas hati mau menghibahkan tempat duduknya untukku. Harapan untuk dapat duduk masih ada dalam hatiku.

Hidup itu memang harus dipenuhi harapan karena harapan itulah yang membuat hidup lebih hidup. Tanpa ada harapan tentu hidup ini jadi tidak menggairahkan sekalipun harapan itu hanya nol koma sekian sekian persen dapat terwujud.

Kumencari tempat yang enak untuk berdiri. Kusandarkan tubuhku pada samping kursi penumpang. Ini kulakukan karena aku tak sanggup meraih tiang-tiang gantungan yang terdapat pada metromini yang sengaja disediakan untuk berpegangan para penumpang yang berdiri.

Kedua tanganku sibuk memegang tas dan tas plastik jinjing. Kudekapkan keduanya erat-erat. Aku harus tetap waspada. Seletih apapun, aku harus tetap memperhatikan barang-barangku. Aku tak mau jika barang-barangku menjadi santapan lezat para pencopet tidak bermoral itu.

Kuedarkan  pandanganku sekali lagi, semua kursi telah terisi. Ada seorang laki-laki yang juga berdiri di sebelahku. Wajahnya berpeluh keringat. Aroma tubuhnya,.ukhh..sunguh tidah mengenakan. Kupalingkan wajahku darinya berharap ada udara yang lebih baik yang masih bisa kuhirup.

Aku berdiri menghadap ke arah samping metromini. Menghadap jendela tepat di sebelah kanan jalan. Tepat di depanku, ada dua pasang muda mudi. Mereka saling bercerita tentang kebersamaan yang mereka lakukan seharian. Sesekali mereka tertawa. Lepas sekali. Seolah tidak ada beban dalam hidup mereka hingga aku iri dibuatnya. Ingin rasanya kembali seperti masa-masa remaja dulu. Menikmati hidup bersama teman-teman. Menjalani hidup apa adanya.

Ukh.. letih…jalanan macet…pengamen pun keluar masuk naik metromini mendendangkan satu dua buah lagu. Tiba-tiba…aku mendengar suara yang begitu merdu…kutolehkan pandanganku kearah depan metro mini siapa gerangan pemilik suara emas itu. Seorang laki-laki yang kutaksir umurnya sekitar 24- 26 tahun berbaju hitam dengan celana jins. Tangannya begitu terampil memainkan gitar. Kedua kakinya turut dihentak-hentakan mengikuti irama musik. Dia begitu menghayati lagu yang dimainkannya. Benar-benar merdu suaranya, tak kalah dengan suara penyanyi di tv.

Dia menyanyikan lagu krispatih entah apa judulnya, aku lupa. Di akhir lagu aku berharap dia menyayikan sebuah lagu lagi. Dan benar dia menyanyikan lagu. Aku senang sekali jika ada pengamen bersuara merdu. Karena hanya itu satu-satunya hiburan untuk  menghilangkan lelah di metromini. Letih raga dan udara yang panas seakan hilang seketika bersama alunan merdu suara pinggir jalan.

Blok M memang banyak melahirkan musisi-musisi kondang sebut saja penyanyi yang terkenal dengan lagu tak gendong, mbah surip. Lama dia malang melintang di daerah kawasan Blok M. Ada juga D’masiv yang kini sedang ngetren-ngetrennya dengan lagu Jangan Menyerah. Lagu yang kuyakini akan melegenda. Karena syair lagu itu amat menyentuh dan sering sekali dinyanyikan dalam even-even besar. Lagu yang mampu memberi kekuatan terhadap semua orang untuk berjuang melewati kerikil-kerikil kehidupan yang kadang sangat menyakitkan.

Pengamen itu mengeluarkan plastik bungkus permen yang biasa digunakan untuk mengumpulkan koin-koin rupiah, syukur-syukur ada yang memberi uang kertas yang minimal nilainya seribu. Dia mulai mengelilingi penumpang satu persatu sambil sesekali mulutnya mengucapkan terima kasih bagi seseorang yang dengan rela mengisi bungkus permennya itu. Aku mengamatinya ternyata banyak yang memberi uang kertas itu tandanya banyak penumpang yang suka akan suaranya. Sebenarnya aku ingin juga memberi, tapi tanganku sulit sekali mengambil uang di dalam tas. Kedua tanganku telah penuh dijejali barang-barang bawaanku. Mungkin lain kali, itu pun kalau kita ditakdirkan untuk bertemu lagi batinku dalam hati.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan yang cukup lama ada seseorang turun. Aku duduk di bangku kosong itu. Kakiku sudah benar-benar tak sanggup lagi menopang badan ini. Rasa mual campur letih menyergap menjadi satu. Kupejamkan mataku perlahan berharap dapat mengusir rasa mualku. Kusandarkan tubuhku di kursi dan suara deru mobil mengantar tidurku. Perlahan suara itu terdengar samar-samar dan akhirnya hilang...

“Mba...bangun mba,” seorang wanita disebelahku membangunkanku. My sweet home, I’m coming....

0 komentar: